Monday, April 9, 2018

MENGENAL 13 ISTRI NABI MUHAMMAD SAW

1. Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha (556-619 M)
Beberapa hal yang terkait dengan Khadijah bintu Khuwailid, di antaranya adalah :
Khadijah bintu Khuwailid adalah seorang wanita yang berasal dari bangsa Quraisy, Beliau lahir pada tahun 68 sebelum hijrah. akan tetapi Beliau terkenal memiliki kemuliaan, baik dari segi nasab maupun akhlaknya. Rasulullah Shalallahu Alaihi wassalam pernah bersabda :

ﺧَﻴْﺮُ ﻧِﺴَﺎﺋِﻬَﺎ ﻣَﺮْﻳَﻢُ ﺍﺑْﻨَﺔُ ﻋِﻤْﺮَﺍﻥَ ﻭَﺧَﻴْﺮُ ﻧِﺴَﺎﺋِﻬَﺎ ﺧَﺪِﻳﺠَﺔُ
Artinya “ Wanita terbaik ialah Maryam putri Imran dan Khadijah ” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Status Khadijah sebelum menikah dengan dengan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam adalah janda yang ditinggalkan wafat oleh dua suami terdahulunya, yang bernama Abi Haleh Al Tamimy dan Oteaq Almakzomy.

Bagi Rasulullah Shalallahu Alaihi wassalam, Khadijah adalah istri Beliau yang pertama. Dan selama menikah dengan Khadijah, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tidak pernah melakukan poligami, kecuali setelah Khadijah wafat.

Khadijah merupakan istri yang paling dicintai oleh Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam setelah Aisyah Radhiyallahu’ Anha. Bahkan karena kecintaan Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam terhadap Khadijah membuat Aisyah cemburu, beliau pun (Aisyah Radhiyallahu’ Anha) berkata :

ﻣﺎ ﻏﺮﺕُ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺀِ ﺍﻟﻨﺒﻲِّ ﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋﻠﻴﻪِ ﻭﺳﻠَّﻢَ ﺇﻻ ﻋﻠﻰ ﺧﺪﻳﺠﺔَ . ﻭﺇﻧﻲ ﻟﻢ ﺃُﺩﺭﻛﻬﺎ . ﻗﺎﻟﺖ : ﻭﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋﻠﻴﻪِ ﻭﺳﻠَّﻢَ ﺇﺫﺍ ﺫﺑﺢ ﺍﻟﺸﺎﺓَ ﻓﻴﻘﻮﻝ ” ﺃﺭﺳﻠﻮﺍ ﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺃﺻﺪﻗﺎﺀِ ﺧﺪﻳﺠﺔَ ” ﻗﺎﻟﺖ ، ﻓﺄﻏﻀﺒﺘُﻪ ﻳﻮﻣًﺎ ﻓﻘﻠﺖُ : ﺧﺪﻳﺠﺔُ ؟ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋﻠﻴﻪِ ﻭﺳﻠَّﻢَ ” ﺇﻧﻲ ﻗﺪ ﺭُﺯِﻗْﺖُ ﺣُﺒَّﻬﺎ
Artinya:
“ Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi melebihi kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku belum pernah berjumpa dengannya. Biasanya ketika beliau menyembelih kambing, beliau memerintakan: “bagikanlah daging kambing ini kepada teman-teman Khadijah“. Suatu hari, kecemburuanku membuat beliau marah. Kataku, “Khadijah?” beliau lalu mengatakan, “Aku dikaruniai rasa cintah kepadanya.” (HR Al Bukhari)

Khadijah adalah wanita yang merupakan ibu kandung dari seluruh putra-putri Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, kecuali Ibrahim. Adapun putra-putri Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam yang lahir dari rahim khadijah adalah : Al- Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah, dan Abdullah. Semua putra-putri Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam tersebut wafat sebelum Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam wafat, kecuali Fathimah.

Khadijah Radhiallahu’ anha wafat ketika beliau berusia 6 tahun, tepatnya 3 tahun sebelum Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam hijrah ke Madinah.
Para Ulama berbeda pendapat tentang usia Khadijah ketika Beliau dinikahi oleh Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam.

Pendapat pertama menyatakan bahwa ketika menikah dengan Khadijah, Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun. Pendapat tersebu berdasarkan sebuah riwayat yang disebutkan Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubro :

ﻭﺗﺰﻭﺟﻬﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻭﻫﻮ ﺑﻦ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺳﻨﺔ ﻭﺧﺪﻳﺠﺔ ﻳﻮﻣﺌﺬ ﺑﻨﺖ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﺳﻨﺔ ﻭﻟﺪﺕ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻔﻴﻞ ﺑﺨﻤﺲ ﻋﺸﺮﺓ ﺳﻨﺔ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya (Khadijah) ketika beliau berusia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40 tahun. ”

Pendapat kedua menyatakan bahwa ketika menikah dengan Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, Khadijah berusia 28 tahun. Hal ini berdasarkan pada sebuah riwayat Al Hakim yang menyatakan bahwasannya dari Muhammad Ibnu Ishaq berkata :

ﻭﻛﺎﻥ ﻟﻬﺎ ﻳﻮﻡ ﺗﺰﻭﺟﻬﺎ ﺛﻤﺎﻥ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﺳﻨﺔ
Artinya “Pada hari pernikahannya (Khadijah), beliau berusia 28 tahun.”

Pendapat ketiga menyebutkan bahwa ketika menikah dengan Khadijah, saat itu Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam berusia 25 tahun, sedangkan khadijah sendiri kala itu berusia 35 tahun. Pendapat tersebut dinukil oleh Al-Baihaqi dari Al-Hakim bahwa usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menikah dengan Khadijah adalah 25 tahun, sedangkan usia Khadijah ketika itu adalah 35 tahun.

2. Saudah binti Zam’ah bin Qois
radhiyallahu ‘anha (596-674 M)
Ada beberapa hal yang terkait dengan Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anh, di antaranya :

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha merupakan wanita yang dinikahi oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam setelah Khadijah wafat. Beliau merupakan satu-satunya istri Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam hingga Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam menikah dengan Aisyah.

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha merupakan janda dari seorang sahabat bernama Sakran bin Amr Al-Amiry yang wafat di Habasyah. Lalu datanglah Rasulullah Shalallahu Alalihi Wassalam meminang Saudah, dan akhirnya Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam menikahi Saudah bintu Zam’ah pada bulan Ramadhan tahun 10 hijriyah.

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha adalah tipe istri yang menyenangkan bagi baginda Rosul. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibrahim AN-Nakha’i dalam kisahnya. Dalam kisah yang tertulis dalam Thobaqoh Kubra tersebut mengatakan bahwa:

“Saudah berkata kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,:

“Wahai Rasulullah tadi malam aku shalat di belakangmu, ketika ruku’ punggungmu menyentuh hidungku dengan keras, maka aku pegang hidungku karena takut kalau keluar darah,” maka tertawalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , Ibrahim berkata, Saudah biasa membuat tertawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan candanya.”

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha adalah salah satu istri Baginda Rasul yang taat dan setia hingga Beliau wafat, ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam hendak menceraikannya, maka Saudah pun memohon agar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tidak melakukan hal itu.

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha adalah termasuk istri Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang berperan dalam penyebaran sunnah-sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, di mana beliau menghafall dan menyampaikan hadist-hadist yang banyak diriwayatkan oleh para imam terkemuka seperti Nasai, Ahmad, Bukhari, serta Abu Dawud.
Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha wafat pada akhir kekhilafan Umar, tepatnya tahun 54 hijriyah di Madinah.


3. A’isyah binti Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhma (614-678 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan A’isyah bintu Abi Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhma, di antaranya :

Ummu Abdillah Aisyah Ash-Siddiqoh binti Ash-Shiddiq adalah wanita yang dinikahi oleh Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam setelah Saudah bintu Zam’ah bin Qois
radhiyallahu ‘anha. Beliau adalah putri dari sahabat Abu bakar Ash-Shiddqi.
Keistimewaan lain yang dimiliki A’isyah bintu Abi Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhma adalah bahwa kesuciannya telah diakui Allah SWT dari atas langit ketujuh, dan Malaikat telah menampakkan A’isyah kepada Baginda Rasul sebelum Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam menikahi A’isyah.
Hal tersebut sebagaimana sabda Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam :

ﺭﺃﻳﺘُﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﺛﻼﺙ ﻟﻴﺎﻝ ، ﺟﺎﺀ ﺑﻚ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﻓﻲ ﺳﺮﻗﺔ ﻣﻦ ﺣﺮﻳﺮ، ﻓﻴﻘﻮﻝ : ﻫﺬﻩ ﺍﻣﺮﺃﺗﻚ ﻓﺄﻛﺸﻒ ﻋﻦ ﻭﺟﻬﻚ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﻧﺖ ﻓﻴﻪ، ﻓﺄﻗﻮﻝ : ﺇﻥ ﻳﻚ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳُﻤﻀﻪ
Artinya:
“Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata, ‘Ini adalah istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ummu Abdillah Aisyah Ash-Siddiqoh binti Ash-Shiddiq adalah wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Pernikahan Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam dengan A’isyah terjadi pada bulan Syawal tahun 11 setelah kenabian, tepatnya dua tahun lima bulan setelah peristiwa hijrah serta setahun setelah pernikahan Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam dengan Saudah bintu Zam’ah berlangsung.
Saat menikah dengan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam A’isyah bintu Abi Bakar As-Shiddiq berumur 6 tahun.

 Hal itu berdasarkan sebuah hadist bahwasannya A’isyah berkata :

ﺗَﺰَﻭَّﺟَﻨِﻲ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺑِﻨْﺖُ ﺳِﺖِّ ﺳِﻨِﻴﻦَ ، ﻭﺑﻨﻰ ﺑﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﺑﻨﺖ ﺗﺴﻊ ﺳﻨﻴﻦ
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

A’isyah bintu Abi Bakar As-Shiddiq adalah satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dalam keadaan masih gadis atau perawan. Dia adalah istri Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang paling paham tentang agama serta yang paling pandai, bahkan secara mutlak dia adalah wanita terpandai di antara para wanita lainnya.

A’isyah bintu Abi Bakar As-Shiddiq wafat pada tanggal 17 ramadhan tahun 57 H. Akan tetapi ada juga pendapat yang menyatakan bahwa dia wafat pada tahun 58 H dan makamnya berada di Baqi’.


4. Hafshah bintu Umar bin Khatab
radhiyallahu ‘anhuma (607-antara tahun 648 dan 665 M)

Hal-hal yang berkaitan dengan Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhma, di antaranya:

Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma adalah putri dari sahabat Umar Bin Khatab Radhiallahu anhu yang memiliki kepribadian yang kuat seperti sang ayah. Selain itu, dia juga seorang wanita yang pandai dalam hal membaca dan menulis, meskipun pada waktu itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum wanita.

Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma adalah seorang janda, di mana suaminya yang bernama Khunais bin Khudzafah As-Sahmi telah meninggal sekitar tahun 2-3 Hijriyah pada saat terjadinya perang badar.

Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma juga terkenal sebagai ahli ibadah, sehingga dia di sebut sebagai Shawwamah (wanita rajin puasa) dan qawwamah (wanita rajin shalat malam).

Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma menikah dengan Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam ketika berusia 21 tahun. Pernikahan tersebut terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah. Hafshah menjalani kehidupan rumah tangga bersama Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam selama 8 tahun, dan ketika usianya menginjak 29 tahun, Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam wafat.

Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma meninggal pada usia 63 tahun, tepatnya pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, yaitu tahun 45 H di Madinah, dan jenazahnya dimakamkan di Baqi’.

5. Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anha (595-626 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anhma, di antaranya :
Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anha
terkenal dengan kedermawanan yang ia miliki, sehingga ia mendapatkan gelar sebagai Ummul Masakin (ibunya orang-orang miskin). Belia berasal dari bangsa Quraisy dan merupakan janda dari seorang pahlawan pada masa terjadinya perang uhud yang bernama Abdullah bin Jahsy
radhiallahu ‘anha

Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anha dinikahi Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam pada bulan Ramadhan tahun 3 Hijriyah, akan tetapi ketika pernikahan tersebut belum mencapai 8 bulan, Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anha
Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rabiul Akhir tahun 4 Hijriyah, tepatnya ketika
Zainab bintu Khuzaimah berusia 30 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Baqi’.


6. Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah radhiyallahu ‘anha (599-683 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah radhiyallahu ‘anha, di antaranya :
Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah
radhiyallahu ‘anha adalah seorang wanita Bani Makhzum. Dia adalah putri dari seorang Quraisy yang paling dermawan bernama Umayyah bin al-Mughirah yang dilahirkan pada tahun 24 sebelum Hijrah.

Sebelum menikah dengan Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, Ummu Salamah merupakan istri dari seorang Muhajirin yang pertama kali memeluk islam yang bernama Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi al-Qurasyi. Akan tetapi pada tahun 4 Hijrah, Abu Salamah meninggal dunia.

Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah
radhiyallahu ‘anha dinikahi Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam ketika dia berusia 28 tahun, yaitu sekitar tahun 4 H.

Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah
radhiyallahu ‘anha adalah wanita yang menawan dan juga cerdas. Dia selalu memberikan dukungan dan saran kepada Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam ketika sedang berdakwah.

Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah
radhiyallahu ‘anha meninggal di usia 85 tahun, yaitu pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah pada tahun 61 H. jenazahnya dimakamkan di Baqi’.

7. Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha (588-641 M)

Hal-hal yang berkaitan dengan Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha, di antaranya :
Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha merupakan salah satu istri Baginda Rosul yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam, di mana ibu dari Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha yang bernama Umayyah binti Muththalib adalah putri dari paman Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam.

Dia terkenal sebagai ahli ibadah dan wanita yang gemar bersedekah.
Sebelum menikah dengan Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha bernama Barra’. Dia adalah istri dari Zaid bin Haritsah yang merupakan anak angkat dari Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam.

Akan tetapi dalam pernikahan mereka terdapat ketidakcocokan sehingga keduanya pun bercerai.
Pernikahan yang terjadi antara Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam dan Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha berlangsung tanpa adanya wali dan saksi. Hal ini berdasarkan sebuah hadist yang menyatakan bahwasannya Zainab pernah berkata :

ﺯﻭﺟﻜﻦ ﺃﻫﺎﻟﻴﻜﻦ ﻭﺯﻭﺟﻨﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻓﻮﻕ ﺳﺒﻊ ﺳﻤﻮﺍﺕ
Artinya “Kalian dinikahkan oleh orang tua kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit yang tujuh.” (HR. Bukhari)

Pernikahan tersebut terjadi pada bulan Dzul Qa’dah tahun 5 H. akan tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam dan Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha menikah pada tahun 6 H.
Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha meninggal pada usia 53 tahun, yaitu pada Tahun 20 H, dan jenazahnya dimakamkan di Baqi’.


8. Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha (605-670 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha, di antaranya :
Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha merupakan seorang wanita yang berasal dari kelompok Yahudi Bani Musthaliq. Ayahnya yang bernama Harits bin Abi Dhirar merupakan pemimpin kaum tersebut kala itu. Sebelum memeluk islam, nama Juwairiyah bintu Al-Harits adalah Barrah.

Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha adalah janda dari Musafi’ bin Shafwan yang meninggal dalam peperangan yang terjadi antara pasukan Nabi Sholallahu Alaihi Wassalam dengan Bani Musthaliq di lembah Al-Muraisi yang merupakan Salah satu daerah sumber air bagi bani Musthaliq.

Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha dianggap sebagai wanita yang paling berkah bagi kaumnya, karena setelah pernikahannya dengan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, banyak sahabat Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam yang membebaskan budak mereka yang berasal dari Bani Musthaliq.

Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha meninggal pada tahun 56 H di Madinah. Waktu itu pemerintahan dipegang oleh Khalifah Muawiyah.


9. Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma (591-665 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anha, di antaranya :

Ummu Habibah bintu Abi Sufyan
radhiyallahu ‘anha adalah saudara sepupu dari Utsman Bin Affan. Ibunya yang bernama Shafiyah bintu Abil ‘Ash adalah saudara dari Affan yang merupakan ayah dari Utsman.

Sebelum menikah dengan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anha telah menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy.

Akan tetapi suaminya tersebut meninggal di Habasyah. Dari pernikahannya itu, Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anha dikaruniai seorang putri yang bernama Habibah.
Ummu Habibah bintu Abi Sufyan
radhiyallahu ‘anha meninggal pada masa khalifah Muawiyyah pada tahun 44 H di Madinah.


10. Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab (628-672 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab, di antaranya :

Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab berasal dari bangsa Yahudi Bani Nadzir yang tinggal di daerah Khaibar yang letaknya sekitar 120 km ke utara kota Madinah. Daerah tersebut terkenal sebagai sebuah kota besar yang di dalamnya terdapat kebun-kebun kurma yang sangat luas serta benteng-benteng yang sangat banyak. Ayahnya yang bernama Huyai bin Akhtab merupakan kepala suku dari Bani Nadzir.

Sebelum menikah dengan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab pernah menikah dengan dua lelaki, yang pertama dengan Salam bin Masykam ketika ia belum masuk islam, dan setelah berpisah, lalu Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab menikah dengan Kinanah bin Abil Haqiq yang akhirnya terbunuh ketika kaum muslimin menaklukan Bani Nadzir. Sementara itu, Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab menjadi salah satu budak tawanan.

Pernikahan Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam dengan Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab terjadi pada tahun 7 H, yaitu setelah Bani Nadzir berhasil ditaklukkan.
Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab disebut sebagai wanita Shadiqah oleh Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, yang artinya adalah wanita yang jujur imannya. Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab meninggal pada tahun 50 H dan dimakamkan di Baqi’.


11. Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu (602-681 M)
Hal-hal yang berkaitan dengan Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu , di antaranya :
Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu adalah saudara dari ibu kandung Khalid bin Walid yang bernama Lubabah As-Shugra. Selain itu, Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu juga merupakan saudara seibu dari istri Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang bernama Zainab bintu Khuzaimah.

Pernikahan antara Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dengan Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu terjadi pada bulan Dzul Qo’dah tahun 7 H, seusai umrah qadha.

Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu meninggal pada tahun 61 H di Saraf, yaitu ketika beliau sedang dalam perjalanan pulang dari ibadah haji. Jenazahnya dimakamkan di Saraf.


Selain kesebelas istri, Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam juga memiliki 2 budak wanita, yaitu :
1. Mariyah Al-Qibtiyah
Hal-hal yang berkaitan dengan Mariyah Al-Qibtiyah di antaranya :
Mariyah Al-Qibtiyah merupakan hadiah yang diterima Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dari raja Muqauqis sebagai jawaban atas surat Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajaknya untuk memeluk agama islam.

Dari Mariyah Al-Qibtiyah, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam mendapatkan seorang putra yang bernama Ibrahim. Akan tetapi Ibrahim meninggal ketika usianya belum genap 2 tahun.
Mariyah Al-Qibtiyah meninggal pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, dan jenazahnya dimakamkan bersama para istri Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam lainnya.


2. Raihanah binti Zaid Al-Quradziyah
Hal-hal yang berkaitan dengan Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah di antaranya :
Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah awalnya adalah seorang tawanan dari Bani Quraidzah, lalu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjadikannya sebagai budak.

 Akan tetapi pendapat yang lain menyatakan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam telah membebaskan Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah lalu menjadikannya istri.

Demikian catatan riwayat singkat istri - istri Rasulullah SAW ini kami susun semoga menambah kecintaan kita kepada beliau SAW dan menambah keimanan kita pada Alloh SWT.
amiin 

FAEDAH BACA QUR'AN TANPA MEMAHAMI MAKNANYA



Ada seorang remaja bertanya kepada kakeknya:

“Kakek, apa gunanya aku membaca Al qur’an, sementara aku tidak mengerti arti dan maksud dari Al qur’an yang kubaca “.

Lalu si kakek menjawabnya dengan tenang:
“ Cobalah ambil sebuah keranjang sampah ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku dengan sekeranjang air. “

Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tapi semua air yang dibawanya jatuh habis, sebelum ia sampai di rumah.

Kakeknya berkata:
“Kamu harus berusaha lebih cepat “

Kakek meminta cucunya kembali ke sungai. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong (tanpa air) sebelum sampai di rumah.

Dia berkata kepada kakeknya:
“ Tidak mungkin aku bisa membawa sekeranjang air. Aku ingin menggantinya dengan ember “.

“Aku ingin sekeranjang air, bukan dengan ember “ Jawab kakek.

Si anak kembali mencoba, dan berlari lebih cepat lagi. Namun tetap gagal juga. Air tetap habis sebelum ia sampai di rumah. Keranjang itu tetap keluarga

“Kakek…ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja. Air pasti akan habis di jalan sebelum sampai di rumah“

Kakek menjawab:
“Mengapa kamu berpikir ini tidak ada gunanya? Coba lihat dan perhatikan baik-baik apa yang terjadi dengan keranjang itu “

Anak itu memperhatikan keranjangnya, dan ia baru menyadari bahwa keranjangnya yang tadinya kotor berubah menjadi sebuah keranjang yang BERSIH, luar dan dalam.

“Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Al Qur’an? Boleh jadi kamu tidak mengerti sama sekali. Tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu sadari kamu akan berubah, luar dan dalam. Itulah pekerjaan Allah dalam mengubah kehidupanmu...!"

SEMOGA BERMANFAAT.....!!!

Saturday, April 7, 2018

MEMBEDAKAN HABIB,HABAIB,SAYYID, DAN SYARIF

RABITHAH ALAWIYAH
Rabithah Alawiyah Organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad Saw. di Indonesia, Rabithah Alawiyah, menilai banyak terjadi salah kaprah di masyarakat terkait sebutan habib. Ketua Umum Rabithah Alawiyah Sayyid Zen Umar bin Smith menyatakan bahwa fenomena itu perlu diluruskan.
Menurutnya, habib secara bahasa berarti keturunan Rasulullah yang dicintai.

Adapun,habaib adalah kata jamak dari habib. Jadi tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut habib .

Keturunan Rasulullah dari Sayyidina Husein disebut sayyid , dan dari Sayyidina Hasan disebut
assyarif.

Hasan dan Husein merupakan putra Sayyida Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abi Thalib. Zen menjelaskan, di Indonesia para keturunan Rasullullah banyak yang berasal dari Husein. Maka banyak yang disebut sayyid.

Sementara keturunan-keturunan Hasan kebanyakan menjadi raja atau presiden seperti di Maroko, Jordania, dan kawasan Timur Tengah. Pertama kali ulama-ulama dari Yaman atau Hadramaut masuk ke Indonesia di beberapa daerah. Karena adanya akulturasi budaya, sebutan sayyid di Aceh berubah menjadi Said, di Sumatra Barat menjadi Sidi dan lain sebagainya.

Dia mengatakan, saat ini banyak orang yang mengaku sebagai seorang habib, padahal bukan. ‘Gelar’ habib, kata dia, tidak bisa disematkan kepada setiap sayyid. Setiap habib harus sayyid, tetapi sayyid belum tentu habib . Seorang sayyid, lanjutnya, tidak bisa mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah habib.

Pengakuan habib harus melalui komunitas dengan berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Di antaranya cukup matang dalam hal umur, harus memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap apapun, wara atau berhati-hati serta bertakwa kepada Allah.

Dan yang paling penting, lanjutnya, adalah akhlak yang baik. Sebab, bagaimanapun keteladanan akan dilihat orang lain. Seseorang akan menjadi habib atau dicintai orang kalau mempunyai keteladanan yang baik dalam tingkah lakunya. Maka, kata dia, menjadi aneh jika seseorang mengaku-ngaku dirinya adalah seorang habib.

Dari proses zaman ke zaman, orang akhirnya menamakan semua keturunan sayyid menjadi habib. “Padahal seharusnya tidak,” katanya. Artinya, kata dia, dari waktu yang cukup lama orang mengatakan mana habib dan mana yang sayyid, untuk membedakan bahwa habib adalah ulama-ulama.

Zen mencontohkan, di Jakarta ada Habib Ali bin Abdurrahman Kwitang, Habib Ali bin Husein Alatas di Cikini, Habib Abdullah bin Muchsin Alatas di Bogor dan lain-lain. Menurutnya, beberapa habib itulah sedikit contoh dari yang memang benar-benar habib dalam arti yang sebenarnya.

Semoga bermanfaat 

Friday, April 6, 2018

SEJARAH MAJELIS RASULULLOH


Nama “Majelis Rasulullah SAW” dalam aktifitas dakwah ini berawal ketika Habib Mundzir Almusawa lulus dari Belajarnya di Darul Mushtofa pimpinan Al Allamah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz Tarim Hadramaut, Yaman. Beliau kembali ke Jakarta dan memulai berdakwah pada tahun 1998 dengan mengajak orang bertobat dan mencintai Nabi Muhammad SAW yang dengan itu ummat ini akan pula mencintai sunnahnya, dan menjadikan Rasul SAW sebagai Idola.

Al Habib Mundzir mulai berdakwah siang dan malam dari rumah ke rumah di Jakarta, ia tidur di mana saja di rumah-rumah masyarakat, bahkan pernah ia tertidur di teras rumah orang karena penghuni rumah sudah tidur dan ia tak mau membangunkan mereka di larut malam. Setelah berjalan kurang lebih enam bulan, Hb Munzir memulai membuka Majelis setiap malam selasa sebagai bentuk peneladanan dan mengikuti jejak gurunya Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz yang membuka Majelis setiap malam selasa.

Al Habib Mundzir membuka majelis malam selasa dari rumah ke rumah, mengajarkan Fiqh dasar, namun tampak ummat kurang bersemangat menerima bimbingannya, dan Al Habib Mundzir terus mencari sebab agar masyarakat ini asyik kepada kedamaian, meninggalkan kemungkaran dan mencintai sunnah sang Nabi SAW, maka Al Habib Mundzir merubah penyampaiannya, ia tidak lagi membahas permasalahan Fiqih dan kerumitannya, melainkan mewarnai bimbingannya dengan nasehat-nasehat mulia dari Hadits-hadits Rasul SAW dan ayat Alqur’an dengan Amr Ma’ruf Nahi Munkar, dan lalu beliau memperlengkap penyampaiannya dengan bahasa Sastra yang dipadu dengan kelembutan ilahi dan tafakkur penciptaan alam semesta, yang kesemuanya di arahkan agar masyarakat menjadikan Rasul SAW sebagai idola, maka pengunjung semakin padat hingga ia memindahkan Majelis dari Musholla ke musholla, lalu Musholla pun tak mampu menampung hadirin yang semakin padat, maka Al Habib Mundzir memindahkan Majelisnya dari Masjid ke Masjid secara bergantian.


Mulailah timbul permintaan agar Majelis ini diberi nama, Al Habib Mundzir dengan polos menjawab, “Majelis Rasulullah?”, karena memang tak ada yang dibicarakan selain ajaran Rasul SAW dan membimbing mereka untuk mencintai Allah dan Rasul Nya, dan pada dasarnya semua Majelis taklim adalah Majelis Rasulullah SAW. Sebagaimana didikan yang mulia Al Habib Umar bahwa atribut bukanlah tujuan.
Majelis kian memadat, maka Al Habib Mundzir mengambil empat masjid besar yang bergantian setiap malam selasa, yaitu masjid Raya Almunawar Pancoran Jakarta Selatan, Masjid Raya At Taqwa Pasar minggu Jakarta Selatan, Masjid Raya At Taubah Rawa Jati Jakarta Selatan, dan Ma`had Daarul Ishlah Pimp. KH. Amir Hamzah di Jalan Raya Buncit Kalibata Pulo, 


Namun karena hadirin semakin bertambah, maka Habib Munzir akhirnya memusatkan Majelis Malam selasa ini di Masjid Raya Almunawar Pancoran Jakarta Selatan. Kini acara ini dihadiri berkisar antara 10.000 hadirin setiap minggunya, Al Habib Mundzir juga meluaskan wilayah da’wahnya sebagai penyambung lidah sang guru Al Habib Umar di beberapa wilayah Jakarta dan Sekitarnya, lalu mencapai hampir seluruh wilayah Pulau Jawa, Majelis Rasulullah tersebar di sepanjang Pantai Utara Pulau jawa dan Pantai Selatan, dan terus makin meluas ke Bali, Mataram, Irian Barat, bahkan Singapura, Johor dan Kualalumpur, demikian pula di stasiun stasiun TV Swasta, bahkan VCD, Majalah bulanan dll, dan kini Anugerah ilahi telah merestui Majelis Rasulullah untuk meluas ke Jaringan internet dengan nama asalnya “Website Majelis Rasulullah”.


Ini semua Al Habib Mundzir lakukan tiada lain sebagai bentuk peneladanan kepada sang guru yaitu Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Di kota Tarim setiap malam selasa Yang mulia Al Habib Umar mengadakan majelis malam selasa yang berpindah-pindah yang dikenal dengan “Jalsatul Itsnain”. Ini semua Al Habib Mundzir lakukan tiada lain sebagai penyambung lidah Al Habib Umar.
Selalu habib mundzir menyatakan bahwa Majelis Rasulullah SAW adalah milik sang guru Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Segala perkara yang Al Habib Mundzir lakukan hanyalah menjalankan perintah dan isyarat dari Al Habib Umar. Al Habib Mundzir hanyalah wakil Al Habib Umar dalam mengemban dakwah dan amanat Jalsatul Itsnain yang kemudian menjadi Majelis Rasulullah SAW.


 Bahkan Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz pun seringkali menyatakan baik secara lisan maupun tertulis, baik kepada perorangan maupun kelompok orang bahwa Majelis Rasulullah SAW adalah miliknya dan di bawah perhatian dan naungannya. Bukan milik kelompok tertentu, keluarga tertentu, golongan tertentu. Al Habib Umar pun menyatakan bahwa Majelis Rasulullah bukan untuk mendukung atau menyudutkan golongan tertentu, partai tertentu, penguasa tertentu atau pihak tertentu. Namun majelis Rasulullah adalah murni majelis ilmu, mengamalkan ilmu, kesucian jiwa, dakwah, dan pergorbaan serta perjuangan di jalan Allah dan Rasul Nya. Majelis Rasulullah adalah wadah bagi setiap ulama dan pendakwah yang murni mengajak kepada jalan Allah dan RasulNya. Inilah pernyataan yang Al Habib Umar nyatakan secara jelas.


Amanat Majelis Rasulullah dipikul oleh Habib Mundzir dari tahun 1998-2013 yaitu dari sejak kembali dari Tarim hingga Habib Mundzir kembali ke Rahmat Allah. Amanat sang guru yang habib mundzir pikul dengan sebaik-baiknya. Hingga beliau berpulang ke Rahmat Allah sedang sang guru Al Habib Umar bangga kepadanya.
Amanat Majelis Rasulullah SAW kembali lagi kepada pemiliknya yaitu Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. Dan pada acara Khatam Tahlil wafatnya AlHabib Mundzir, Al Habib Umar menyerahkan Amanat Majelis Rasulullah SAW kepada Al Habib Muhsin bin Idrus Al Hamid. Dan kemudian saat Al Habib Umar datang ke indonesia setelah 2 bulan dari wafatnya Al Habib Mundzir beliau menyerahkan Amanat Majelis Rasulullah SAW kepada Al Habib Ahmad bin Novel bin Jindan.


 Kemudian Habib Ahmad mengemban amanat Majelis Rasulullah SAW hingga saat ini. Segala apa yang dilakukan oleh Habib Ahmad hanyalah menjalankan perintah dan isyarat Al Habib Umar kepadanya.

PENGERTIAN,HUKUM DAN ADAB TAKZIYAH


Takziyah atau melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarganya dalam rangka menghibur atau memberi semangat. Para mu’azziyin (orang laki-laki yang ber-takziyah) atau mu’azziyat (orang perempuan yang bertakziyah) hendaknya memberikan dorongan kekuatan mental atau menasihati agar orang yang tertimpa musibah tetap sabar dan tabah menghadapi musibah ini. 

Umayah ra. mengatakan bahwa anak perempuan Rasulullah Saw. menyuruh seseorang untuk memanggil dan memberi tahu beliau bahwa anaknya dalam keadaan hampir mati. Lalu, beliau bersabda,

 “Kembalilah engkau kepadanya. Katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan, bahkan apa pun yang ada di hadapan kita kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah ia sabar dan tunduk kepada perintah.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Hukum Takziyah. 
Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah, hukumnya adalah sunnah. Hal ini diperkuatkan oleh hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya : Sabda Rasulullah Saw. مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ "Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut." (HR. Tirmidzi 2/268. 

Kata beliau: “Hadits ini gharib. Sepanjang yang saya ketahui, hadits ini tidak marfu’ kecuali dari jalur ‘Adi bin ‘Ashim”; Ibnu Majah). Dalil lainnya, ‘Abdullah bin ‘Amr bin al Ash menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah Saw bertanya kepada Fathimah Radhiyallahu ‘anha : “Wahai, Fathimah! Apa yang membuatmu keluar rumah?” Fathimah menjawab,”Aku berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini.” (HR. Abu Dawud) Adab Bertakziyah.  
Adab (etika) orang bertakziyyah antara lain seperti berikut:
1. Menyampaikan doa untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi orang yang ditinggal. 2. Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah. 3. Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak-bahak. 4. Usahakan turut menyalati mayat dan turut mengantarkan ke pemakaman sampai selesai penguburan. 5. Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah. 

Demikian diperintahkan Rasulullah Saw. kepada keluarganya sewaktu keluarga Ja’far ditimpa kematian (HR. Lima Ahli Hadis kecuali Nasai). Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian takziyah atau melayat serta adab ketika takziyah. Mudah-mudahan orang yang kita takziyah itu diberikan Allah Swt kesabaran dan menjadi amal ibadah untuk kita. Aamiin.


Monday, April 2, 2018

PEMBAGIAN JUZ AL-QURAN

PEMBAGIAN JUS ALQURAN

Juz’ 1 – 1.AlFatiha 1. – 2.AlBaqarah 141
Juz’ 2 – 2.AlBaqarah 142 – 2.AlBaqarah 252
Juz’ 3 – 2.AlBaqarah 253 – 3.Al Imran 92
Juz’ 4 – 3.AlImran 93. – 4.An Nisaa 23
Juz’ 5 – 4.AnNisaa 24. – 4.AnNisaa 147
Juz’ 6 – 4.AnNisaa 148 – 5.AlMa’idah 81
Juz’ 7 – 5.AlMa’idah 82. – 6.AlAn’am 110
Juz’ 8 – 6.AlAn’am 111. – 7.Al A’raf 87
Juz’ 9 – 7.Al A’raf 88. – 8.Al Anfal 40
Juz’ 10 – 8.AlAnfal 41. – 9.AtTauba 92
Juz’ 11 – 9.AtTauba 93. – 11.Hud 5
Juz’ 12 – 11.Hud 6. – 12.Yusuf 52
Juz’ 13 – 12.Yusuf 53. – 14.Ibrahim 52
Juz’ 14 – 15.AlHijr 1. – 16.AnNahl 128
Juz’ 15 – 17.Al Isra 1. – 18.Al Kahf 74
Juz’ 16 – 18.Al Kahf 75. – 20.Ta Ha 135
Juz’ 17 – 21.AlAnbiyaa 1. – 22.Al Hajj 78
Juz’ 18 – 23.AlMu’minun 1 – 25.AlFurqan 20
Juz’ 19 – 25.AlFurqan 21. – 27.AnNaml 55
Juz’ 20 – 27.AnNaml 56. – 29.AlAnkabut 45
Juz’ 21 – 29.AlAnkabut 46 – 33.Al Azhab 30
Juz’ 22 – 33.AlAzhab 31 – 36.Ya Sin 27
Juz’ 23 – 36.Ya Sin 28. – 39.AzZumar 31
Juz’ 24 – 39.AzZumar 32. – 41.Fussilat 46
Juz’ 25 – 41.Fussilat 47. – 45.AlJathiya 37
Juz’ 26 – 46.Al Ahqaf 1. – 51.Az Zariyat 30
Juz’ 27 – 51.AzZariyat 31. – 57.AlHadid 29
Juz’ 28 – 58.AlMujadila 1. – 66.AtTahrim 12
Juz’ 29 – 67.AlMulk 1. – 77.AlMursalat 50
Juz’ 30 – 78.AnNabaa 1. – 114.AnNas 6

#matajhonie7

Silahkan bagikan untuk rekan yang lain.
Semoga Alloh swt menjadikan catatan amal kebaikan buat kita semua.
Aamiin Yarobbal alamin